Sabtu, 21 Mei 2016

Penggunaan Batu Akik Dalam Kepercayaan Masyarakat

Penggunaan Batu Akik Dalam Kepercayaan Masyarakat
(Pendekatan Psikologi Islam)
Tidak dapat dipungkiri di era perkembangan zaman yang semakin modern dan canggih, masih banyak masyarakat yang menganut tradisi budaya. Salah satunya adalah kebiasaan memakai batu mulia yaitu akik. Hampir rata-rata seorang pria memakai batu cincin atau akik disetiap acara, baik itu acara yang bersifat resmi ataupun tidak. Mulai dari anak-anak yang berumuran 7 tahun, sampai orang tua yang berumuran 70 tahun. Seakan-akan batu akik sudah menjadi simbolis sebagai pelengkap hidupnya, bahkan derajat perekonomian seseorang ditentukan pada jenis batu akik apa yang dia kenakan. Memakai batu cincin adalah gengsi bagi kalangan tertentu, dikarenakan semakin bagus batu yang ia kenakan, maka akan semakin mahal harga yang menjadi acauan gengsi, pamor atau popularitas tentang sosok yang memakai batu tersebut.
Perbincangan pun menjadi panjang mengenai batu apa yang ia kenakan, baik di warung kopi, di pasar, di tepi jalan bahkan sampai di dalam rumah. Perbincangan batu akik tergolong unik, karena tidak sebatas membahas jenis batu, harga, dan kualitasnya, melainkan fungsi serta  hal-hal  mistis di dalamnya, termasuk jenis jin apa yang mendiami batu itu. Beberapa dari mereka juga ada yang menjadi kolektor, sebagai penyaluran hobi atau tempat memperoleh rizki dari usaha jual beli batu akik, bahkan sampai kepada kemusyrikan.
Kemusyrikan yang terjadi dikalangan pengguna batu akik disebabkan karena sebagian masyarakat kita masih memelihara kepercayaan dinamisme terhadap benda-benda mati. Mereka menganggap bahwa benda mati tertentu memiliki kekuatan, kesaktian, atau keistimewaan yang sangat dahsyat, sehingga bisa dijadikan sebagai jimat, senjata, atau yang lainnya. Padahal, kepercayaan seperti ini hanyalah bersumber dari khurafat, khayalan,& halusinasi semata. Kepercayaan seperti ini melekat dalam diri mereka dan direalisasiakan dalam batu akik. Kekuatan magis pada batu akik dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya siapa saja orang yang pernah memakainya dan dari mana didapatkan. Semakin tinggi kepercayaan seseorang terhadap batu akik, maka semakin jauh dari Allah dan semakin dekat dengan kemusyrikan.
Berdasarkan Riwayat dari Ahmad, Al-Hakim& Ibnu Hibban yang dinilai shahih oleh Al-Haitsami dlm Al-Majma’ Rasulullah bersabda ; “Barangsiapa yang menggantungkan jimat, semoga Allah tak mengabulkan tujuan yang dia inginkan. Dan barangsiapa yang menggantungkan wada’ah (salah satu jenis jimat), semoga Allah tak menjadikan dirinya tenang.” Rasulullah sudah menghapus segala apa pun bentuk khurafat termasuk kepercayaan khurafat terhadap jimat dan di dalam-nya termasuk adalah mempercayai bahwa ada kekuatan magis di dalam batu akik.
Dalam hal ini bukanlah batu akik yang bersalah, karena batu akik hanya menunjukan eksistensinya sebagai batu biasa. Selayaknya kesalahan-kesalahan seperti ini haruslah dikembalikan kepada makhluk yang memiliki akal, yang dapat membedakan amar ma’ruf nahi mungkar yaitu manusia. Mayoritas manusia yang sudah tidak sanggup bersabar menerima cobaan yang diberikan Allah SWT mengambil jalan pintas untuk mengubah nasibnya.
Dalam tinjauan Islam memakai cincin atau perhiasan batu akik bukan suatu yang dilarang atau bahkan diharamkan oleh agama. Dalam artian penetapan hukum dan haramnya seseorang memakai batu akik tergantung pada orangnya sendiri. Mungkin sudah sering kita mendengar suatu hadits “ Innamal A’malu binniat”. Yang artinya segala sesuatu tergantung dari niatnya. Secara logika, niatlah yang menentukan suatu hukum pada batu akik. Bisa menjadi haram, jika orang yang memakainya meyakini bahwa terdapat kekuatan magis di dalam batu itu, yang membuat kehidupannya menjadi semakin sukses sehingga tidak mempercayai adanya Allah. Dan boleh digunakan apabila hanya sekedar sebagai aksesoris, memperindah tampilan dan  menumpuhkan rasa percaya diri.
Dalam hadits riwayat Muslim no. 2094 dijelaskan bahwa:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَبِسَ خَاتَمَ فِضَّةٍ فِي يَمِينِهِ فِيهِ فَصٌّ حَبَشِيٌّ كَانَ يَجْعَلُ فَصَّهُ مِمَّا يَلِي كَفَّهُ
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai cincin perak di tangan kanan beliau, ada mata cincinnya terbuat dari batu habasyah (Etiopia), beliau menjadikan mata cincinnya di bagian telapak tangannya.”
Berdasarkan hadits tersebut, dapat ditarik benang merahnya bahwa Rasulullah SAW mengenakan cincin perak dan mata cincinnya terbuat dari batu habasyah. Di zaman sekarang batu itu dikategorikan dalam golongan batu akik. Dalam ajaran islam bukan kah segala sesuatu perbuatan, perkataan, dan ketetapan Rasulullah adalah sunah, yaitu patut untuk di ikuti oleh hambanya. Salah satu nya yaitu kebiasaan Rasulullah dalam memakai dan menggunakan cincin batu akik. Namun perlu dipahami bahwa Rasulullah tidak menggunakan batu akik untuk mencapai sebuah keberhasilan, kekayaan dan kekuatan. Melainkan segala sesuatu yang terjadi di dunia ini melalui izin yang maha kuasa.  
Berkaitan dengan marak penggunaan cincin dengan mata cincin batu akik/batu mulia ulama berbeda pendapat, ada yang berpendapat sunnah dan sebagian berpendapat mubah saja.
Kebolehan tersebut bisa berubah hukumnya menjadi haram apabila ada sebab-sebab yang membuatnya haram, yaitu memakai cincin diiringi dengan riya’ dan sum’ah dengan memamerkan apa yang dikenakan kepada orang lain secara berlebihan untuk berbangga-bangga dan mengharapkan pujian  dari orang lain karena kualitas dan harganya yang mahal.

            Jika ditinjau dari faktor ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, terjadi pemborosan, dan tidak sedikit uang yang dikeluarkan untuk  membeli batu cincin, sehingga terkadang banyak kewajiban suami terhadap keluarga terabaikan. Uang yang seharusnya digunakan untuk membeli perlengkapan sekolah anak malah digunkan untuk membeli batu akik. Padahal di dalam islam menyekolahkan anak termasuk berjihad di jalan Allah SWT. Bukannya melarang untuk membeli batu akik, namun jika masih terdapat kebutuhan keluarga yang belum terpenuhi, alangkah baiknya jika memenuhinya terlebih dahulu. Orang yang cerdas dan bijaksana pasti menggunakan hartanya di jalan yang mendatangkan manfaat lebih banyak.



Yogyakarta, 20 Februari 2016


SULESSANA

0 komentar:

Posting Komentar