Sabtu, 21 Mei 2016

Pengetahuanku Menggugat Agama

Pengetahuanku Menggugat Agama

Sering terbisik ditelinga kita ungkapan “ contohlah padi, semakin berisi semakin tunduk”. Analogi ini memang sangat bagus dijadikan sebagai motivasi, terlebih lagi dikalangan masyarakat pada umumnya dan penuntut ilmu pada khususnya. Mengapa dianalogikan sebagai padi?. Kita bisa mengamati bagaimana padi itu berproses, dari setitik benih yang dihamburkan di tengah sawah (diampo’) dalam bahasa bugis Bone, tumbuh menjadi sebatang padi, menghasilkan daun, hingga akhirnya menumbuhkan biji-bijian yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Tentunya, analogi ini akan mengikuti perkembangan zaman, yang berkembang dari waktu ke waktu. Hingga saya sempat berpikir bahwa ketika padi diibaratkan llmu, maka matahari adalah agama (keyakinan). Kita bisa melihat tanaman padi,
Awal mula kehidupan padi adalah ketika bibit-bibit padi dihamburkan ke tengah sawah. Begitu banyak bibit-bibit padi yang dihamburkan, tetapi tidak semuanya akan mencapai tahap puncak (menghasilkan biji padi), hanya yang bertahanlah yang akan bisa dimanfaatkan oleh manusia. Fase ini saya analogikan seperti sperma yang dikeluarkan seorang ayah, berjalan memasuki rahim seorang ibu, melewati segala rintangan di dalamnya hingga akhirnya hanya yang bertahan pula yang akan menjadi janin. Disini kehidupan manusia berlangsung tanpa adanya campur tangan dari luar, entah itu pemilik rahim maupun pemilik sperma.
Setelah bibit padi tumbuh menjadi tunas, mulailah padi itu diberikan pupuk, disirami racun pembasmi hama, dan hal-hal lainnya yang akan melindunginya agar bisa menjadi sebatang padi yang kokoh. Begitupula ketika janin telah dilahirkan di muka bumi ini, dia akan menjadi seorang bayi mungil yang akan selalu dilindungi oleh orangtuanya, agar dia menjadi manusia dewasa.
Akhirnya dari tunas menjadi sebatang padi yang kokoh, kuat, dan sudah mulai bisa melindungi dirinya sendiri. Begitupula seorang anak remaja, yang sudah bisa mentaati perintah dari orangtuanya, keluarga, bahkan masyarakat. Tanpa dia ketahui mengapa yang dilakukannya itu diterima baik/ditolak oleh masyarakat. Di masa ini seorang remaja akan lebih memikirkan harga dirinya agar bisa diterima baik oleh masyarakat, sudah bisa membedakan perintah agama beserta larangannya. Di fase ini seorang anak tadi mulai mengkonsumsi ilmu, bahkan haus akan ilmu.
Entah mengapa padi yang kokoh tadi, tumbuh lurus  menghadap ke matahari. Hal ini dijelaskan dalam bidang biologi bahwa tanaman hijau yang tumbuh akan mengarah ke matahari, entah itu pucuk atau daunnya. Megapa demikian?, karena matahari adalah penyalur cahaya bagi tumbuhan padi untuk melakukan proses fotosintesis. Dapat dikatakan bahwa mataharilah yang memberikan kehidupan kepada sang padi. Ibarat manusia dewasa, fase ini saya sebut sebagai fase penerimaan tanpa penyaringan. Dimana manusia dewasa menerima ilmu, dia sudah bisa menggunakan akal dan pikirannya dalam membedakan hal yang baik dan buruk.
Hingga akhirnya ketika matahari memberikan cahayanya, sang padipun melakukan proses fotosintesis yang menghasilkan biji-bijian, semakin banyak biji-bijian yang dihasilkan, semakin merunduk pula padi itu dan berpaling dari matahari, hingga ia dipetik dan dikonsumis oleh manusia.
Lalu apa masalahnya? Tidak ada masalah di dalamnya, akan tetapi ketika seorang manusia terlahir di dunia ini, dia terlahir sebagai manusia fitrah, bersih dan bagaikan kertas putih. Ketika dia diajarkan kebaikan maka dia akan melakukan kebaikan, begitupun sebaliknya, ketika dia diajarkan keburukan, maka keburukan pula yang dilakukannya. Hingga akhirnya seorang manusia menjadi dewasa dan mulai memiliki banyak pengetahuan tentang agama. Semakin banyak pengetahuan yang dimilikinya, semakin banyak pula pertimbangan di dalam benaknya, hingga hal-hal yang seharusnya diyakininya pun ditinggalkan lantaran tidak menemukan penjelasan ilmiahnya. Seseorang yang dengan pengetahuannya akan meninggalkan agama jika dia tidak bisa membuktikan kebenaran agama itu, dia meninggalkan agama dengan modal pengetahuannya yang sangat luar biasa hingga  jiwanya harus bertatap muka dengan malaikat israil.

Janganlah berbangga diri dan tinggi hati ketika memiliki pengetahuan, karena pengetahuan itu hanya sebatas ilmu tanpa diaplikasikan. Dan ketika ilmu yang diaplikasikan bertentangan dengan agama, maka ilmu itu hanya akan menjadi sebatas pengetahuan yang tidak bermanfaat. Jika kata tak lagi bermakna, lebih baik diam saya, meski diam itu adalah emas, akan tetapi berbicara pada saat yang dibutuhkan adalah berlian.


Yogyakarta, 5 Januari 2016
SULESSANA

0 komentar:

Posting Komentar