Minggu, 28 Agustus 2016

Pengertian Psikologi Secara Harfiah

Pengertian Psikologi Secara Harfiah


Sebagai Mahasiswa Psikologi, ketika ditanya, apakah Psikologi itu? Mayoritas diantara mereka masih berpendapat bahwa Psikologi adalah ilmu jiwa. Memang benar jika ditinjau secara harfiah psikologi berasal dari dua kata Yunani, yaitu “Psyche” dan “Logos”. Mengenai kata “Logos”, kiranya sudah banyak orang tahu bahwa artinya adalah nalar, logika atau ilmu. Karena itu Psikologi berarti ilmu tentang “Psyche”. Tetapi kemudian, apakah “Psyche” itu?. Nah disini terdapat perbedaan pendapat yang berlarut-larut . Kalau kita periksa “Oxford Dictionary” maka kita akan menemukan banyak arti dalam bahasa inggris yaitu “soul”, “mind”, “Spirit”. Dalam bahasa Inggris dapat dicakup dalam satu kata yaitu “Jiwa”. Karena itulah dalam bahasa Indonesia kebanyakan orang cenderung mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa. Tetapi kecenderungan ini tidak terdapat dalam bahasa Indonesia saja. Kalau kita periksa dalam bahasa Belanda misalnya, maka Psikologi diartikan sebagai “Zielkunde”, dalam bahasa Jerman “Seelekunde”, dalam bahasa Arab “Ilmu-Nafsi” yang semuanya itu tak lain artinya daripada ilmu jiwa.
 Di lain sisi adapula yang menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu tentang tingkahlaku atau perilaku. Jiwa atau tingkahlaku yang dimaksudkan diatas lebih mengkhusus kepada manusia, meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa hewan dan tumbuhan juga bertingkahlaku. Kemudian, sebagain orang mengartikan jiwa atau tingkahlaku terbatas pada hal-hal yang merupakan perbuatan sehari-hari seperti makan dan minum, berjalan dan berlari, duduk dan tidur, hingga beribadah, sebagian lainnya mengartikan bahwa para psikologi mampu menggunakan telepati seperti; kemampuan berhubungan dengan makhluk halus, kemampuan membaca pikiran, dan kemampuan membaca masa depan. Karena banyaknya pengertian psikologi yang kita kenal saat ini, maka ada baiknya kalau kita berusaha menelaah lebih mendalam bermacam-macam arti psikologi itu satu per satu.
CARL GUSTAV JUNG, seorang tokoh psikoanalisa dari Switzerland (1875-1961) merupakan salah seorang sarjana yang banyak mencurahkan perhatiannya dan mengorbankan waktunya untuk menyelidiki arti kata Psikologi ditinjau dari segi harfiahnya. Ia mencoba menghubungkan beberapa arti kata, misalnya ia mencoba menghubungkan dengan kata “anemos” dalam bahasa yunani berarti angin sedangkan dalam bahasa latin ia menghubungkan dengan kata :animus dan “anima” yang masing-masing berarti jiwa dan nyawa. Di pihak lain kata Yunani “Psycho” berarti pula meniup. Dalam bahasa arab ia mendapatkan bahwa kata-kata “ruh” dan “rih” masing-masing berarti jiwa atau nyawa dan angin. Dengan demikian ia menduga adanya hubungan antara apa yang bernyawa dengan apa yang bernafas (angin), dan Psikologi jadinya adalah ilmu tentang sesuatu yang bernyawa.
Di dalam bahasa Indonesia kita mengenal ungkapan “menghembuskan nafas penghabisan” yang berarti : mati, tidak lagi bernafas, tidak lagi berjiwa. Jadi jiwa ada hubungannya dengan nafas. Tetapi kita akan segera terlibat dalam kesulitan semantik kalau hendak mempertahankan istilah ilmu jiwa sebagai terjemahan psikologi dalam bahasa kita, karena kita mempunyai banyak kata-kata lain yang sekalipun punya konotasi yang berbeda, tetapi sukar sekali dipisahkan dengan tegas dari kata jiwa, misalnya ; nyawa, sukma, batin dan roh.
Pada saat psikologi masih berada dalam induk filsafat, pengetian psikologi sebagai ilmu jiwa belum terlalu diperdebatkan. Akan tetapi ketika Psikologi memisahkan diri dari filsafat, mulailah timbul kesulitan dalam pendefisian, dengan alasan tuntutan suatu ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri harus mempelajari suatu nyata, padahal untuk membuktikaan jiwa sebagai suatu yang nyata sangatlah tidak memungkinkan, apalagi untuk mengukur dan menghitungnya dengan alat-alat yang objektif.
Untuk mengantisipasi anggapan bahwa psikologi haruslah selalu mempelajari sesuatu yang nyata (konkrit), ada seorang saraja yang menawarkan pengertian psikologi sama dengan karakterologi atau tipologi. Karakterologi adalah ilmu tentang karakter atau sifat kepribadian, dan tipologi adalah ilmu tentang berbagai tipe atau jenis manusia berdasarkan karakternya. Jelas, kedua pengertian diatas merupakan pengertian yang membatasi ruang lingkup psikologi, karena ilmu psikologi tidak sebatas mempelajari hal tersebut.
Bertolak dari pengertian psikologi sebagai ilmu jiwa, karakterologi atau tipologi, timbul pendefinisian psikologi dengan anggapan bahwa jiwa selalu diekspresikan melalui raga atau badan. Dengan memperlajari ekspresi yang nampak pada kebutuhan seseorang, maka kita akan dapat mengetahui keadaan kejiwaan orang yang bersangkutan. Karena itu psikologi kadang-kadang juga diartikan ilmu ekspresi.
Definisi ini sebagian benar sebagian juga tidak benar. Dikatakan benar bahwa kita bisa mempelajari jiwa manusia melalui ekspresi-ekspresinya, karena dalam pengalaman sehari-hari pun kita bisa membedakan seseorang yang lagi menangis karena bersedih, yang tertawa karena bergembira. Dipihak lain mempelajari jiwa melalui ekspresi juga tidak mungkin, karena ada beberapa perasaan yang tidak bisa terbaca lewat ekspresi, misalnya seseorang yang mendengar berita kematian keluarga, pada saat itu dia tidak menangis, dia malah tersenyum sehingga kita mengira bahwa berita itu tidak berefek untuk dia, padahal setelah berjalan kerumah orang itu tiba-tiba menangis sejadi-jadinya untuk melampiaskan kesedihannya. Selain itu kita juga tahu bahwa satu macam ekspresi dapat mewakili berbagai macam keadaan kejiwaan. Misalnya saja ekspresi senyum. Selain senyum bahagia, kita juga kenal senyum ramah, senyum malu, bahkan senyum sinis. Jadi kesimpulan apakah yang akan kita kemukakan ketika melihat seseorang tersenyum?.
Meski demikian, dengan adanya faktor pergaulan, kita lebih mudah membedakan seorang teman yang lagi senyum karena malu dengan yang senyum karena bahagia dengan melihat tingkahlaku secara menyeluruh. Ketika melihat mukanya menjadi merah atau menjadi pucat, kita amati gerakan tangannya yang menutupi mulut, bisa dipastikan bahwa dia sedang tersenyum malu. Seorang psikologi mencoba mengenal seseorang dengan melihat tingkahlakunya secara keseluruhan. Hingga kita menemukan kesimpulan bahwa pendefinisian psikologi yaitu ilmu yang mempelajari tingkahlaku.
Pengertian tingkahlaku jelas sudah jauh lebih nyata daripada pengertian jiwa. Tingkahlaku dapat dibuktikan secara nyata, dapat diukur dan dihitung secara objektif, dan lebih memnuhi sebagai syarat ilmu pengetahuan. Tidak sampai pada kesimpulan ini, karena bukan hanya cabang ilmu psikologi yang mempelajari tingkahlaku. Sosiologi, antropologi, ekonomi, biologi dan lain sebagainya mempelajari tingkahlaku masing-masing dari sudut pandangnya. Oleh karena itu kita perlu memahami lebih dalam tingkahlaku seperti apa yang dipelajari dalam psikologi.
Tingkahlaku dalam psikologi tidak hanya berarti tingkahlaku nyata itu sendiri (misalnya menangis, tertawa, dan sebagainya), tetapi juga mliputi eksistensi atau perpanjangan dari tingkahlaku nyata tersebut. Misalnya saja orang yang sering tertawa, pasti akan meninggalkan bekas diwajahnya, seseorang yang baru saja marah pasti meninggalkan kerutan didahinya, sehingga kita bisa mengetahui orang itu telah tertawa atau marah dengan melihat wajahnya. Itulah yang disebut perpanjangan dari atau efek permanen dari tingkahlaku.
Suatu prinsip yang mutlak dalam psikologi yaitu bahwa tingkahlaku merupakan ekspresi dari jiwa. Kita dapat membagi ekspresi itu dalam tiga bagian, yaitu :
1.      Ekspresi verbal, yaitu pernyataan keadaan jiwa melalui kata-kata, misalnya seorang wanita yang senyum-senyum sambil melamun, dan ketika ditanya dia berkata bahwa dia sedang jatuh cinta.
2.      Ekspresi grafis, pernyataan melalui lukisan, coretan dan tulisan, misalnya seseorang yang mencoret-coret kertas dengan tekanan yang kuat, menandakan dia sedang marah.
3.      Ekspresi motoris, pernyataan melalui perbuatan, tindakan, gerakan, kadang disebut juga ekspresi kinestesis. Misalnya seseorang yang memukul pintu akibat kecewa.

Rujukan Bacaan : Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenalan Dengan Aliran-Aliran dan Tokoh-Tokoh Psikologi, (Bulan Bintang : Jakarta, 1978)

2 komentar: