Pengertian Psikologi
Secara Harfiah
Sebagai Mahasiswa Psikologi, ketika
ditanya, apakah Psikologi itu? Mayoritas diantara mereka masih berpendapat bahwa
Psikologi adalah ilmu jiwa. Memang benar jika ditinjau secara harfiah psikologi
berasal dari dua kata Yunani, yaitu “Psyche” dan “Logos”. Mengenai kata
“Logos”, kiranya sudah banyak orang tahu bahwa artinya adalah nalar, logika
atau ilmu. Karena itu Psikologi berarti ilmu tentang
“Psyche”. Tetapi kemudian, apakah “Psyche” itu?. Nah disini terdapat
perbedaan pendapat yang berlarut-larut . Kalau kita periksa “Oxford Dictionary”
maka kita akan menemukan banyak arti dalam bahasa inggris yaitu “soul”, “mind”,
“Spirit”. Dalam bahasa Inggris dapat dicakup dalam satu kata yaitu “Jiwa”.
Karena itulah dalam bahasa Indonesia kebanyakan orang cenderung mengartikan
psikologi sebagai ilmu jiwa. Tetapi kecenderungan ini tidak terdapat dalam
bahasa Indonesia saja. Kalau kita periksa dalam bahasa Belanda misalnya, maka
Psikologi diartikan sebagai “Zielkunde”, dalam bahasa Jerman “Seelekunde”,
dalam bahasa Arab “Ilmu-Nafsi” yang semuanya itu tak lain artinya daripada ilmu jiwa.
Di
lain sisi adapula yang menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu tentang
tingkahlaku atau perilaku. Jiwa atau tingkahlaku yang dimaksudkan diatas lebih
mengkhusus kepada manusia, meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa hewan dan
tumbuhan juga bertingkahlaku. Kemudian, sebagain orang mengartikan jiwa atau
tingkahlaku terbatas pada hal-hal yang merupakan perbuatan sehari-hari seperti
makan dan minum, berjalan dan berlari, duduk dan tidur, hingga beribadah,
sebagian lainnya mengartikan bahwa para psikologi mampu menggunakan telepati
seperti; kemampuan berhubungan dengan makhluk halus, kemampuan membaca pikiran,
dan kemampuan membaca masa depan. Karena banyaknya pengertian psikologi yang
kita kenal saat ini, maka ada baiknya kalau kita berusaha menelaah lebih
mendalam bermacam-macam arti psikologi itu satu per satu.
CARL GUSTAV JUNG, seorang tokoh
psikoanalisa dari Switzerland (1875-1961) merupakan salah seorang sarjana yang
banyak mencurahkan perhatiannya dan mengorbankan waktunya untuk menyelidiki
arti kata Psikologi ditinjau dari segi harfiahnya. Ia mencoba menghubungkan
beberapa arti kata, misalnya ia mencoba menghubungkan dengan kata “anemos”
dalam bahasa yunani berarti angin sedangkan dalam bahasa latin ia menghubungkan
dengan kata :animus dan “anima” yang masing-masing berarti jiwa dan nyawa. Di
pihak lain kata Yunani “Psycho” berarti pula meniup. Dalam bahasa arab ia
mendapatkan bahwa kata-kata “ruh” dan “rih” masing-masing berarti jiwa atau
nyawa dan angin. Dengan demikian ia menduga adanya hubungan antara apa yang
bernyawa dengan apa yang bernafas (angin), dan Psikologi jadinya adalah ilmu tentang sesuatu yang bernyawa.
Di dalam bahasa Indonesia kita mengenal
ungkapan “menghembuskan nafas penghabisan” yang berarti : mati, tidak lagi
bernafas, tidak lagi berjiwa. Jadi jiwa ada hubungannya dengan nafas. Tetapi
kita akan segera terlibat dalam kesulitan semantik kalau hendak mempertahankan
istilah ilmu jiwa sebagai terjemahan psikologi dalam bahasa kita, karena kita
mempunyai banyak kata-kata lain yang sekalipun punya konotasi yang berbeda,
tetapi sukar sekali dipisahkan dengan tegas dari kata jiwa, misalnya ; nyawa,
sukma, batin dan roh.
Pada saat psikologi masih berada dalam
induk filsafat, pengetian psikologi sebagai ilmu jiwa belum terlalu
diperdebatkan. Akan tetapi ketika Psikologi memisahkan diri dari filsafat,
mulailah timbul kesulitan dalam pendefisian, dengan alasan tuntutan suatu ilmu
pengetahuan yang berdiri sendiri harus mempelajari suatu nyata, padahal untuk
membuktikaan jiwa sebagai suatu yang nyata sangatlah tidak memungkinkan,
apalagi untuk mengukur dan menghitungnya dengan alat-alat yang objektif.
Untuk mengantisipasi anggapan bahwa
psikologi haruslah selalu mempelajari sesuatu yang nyata (konkrit), ada seorang
saraja yang menawarkan pengertian psikologi sama dengan karakterologi atau tipologi. Karakterologi adalah ilmu tentang
karakter atau sifat kepribadian, dan tipologi adalah ilmu tentang berbagai tipe
atau jenis manusia berdasarkan karakternya. Jelas, kedua pengertian diatas
merupakan pengertian yang membatasi ruang lingkup psikologi, karena ilmu
psikologi tidak sebatas mempelajari hal tersebut.
Bertolak dari pengertian psikologi
sebagai ilmu jiwa, karakterologi atau tipologi, timbul pendefinisian psikologi
dengan anggapan bahwa jiwa selalu diekspresikan melalui raga atau badan. Dengan
memperlajari ekspresi yang nampak pada kebutuhan seseorang, maka kita akan
dapat mengetahui keadaan kejiwaan orang yang bersangkutan. Karena itu psikologi
kadang-kadang juga diartikan ilmu ekspresi.
Definisi ini sebagian benar sebagian
juga tidak benar. Dikatakan benar bahwa kita bisa mempelajari jiwa manusia
melalui ekspresi-ekspresinya, karena dalam pengalaman sehari-hari pun kita bisa
membedakan seseorang yang lagi menangis karena bersedih, yang tertawa karena
bergembira. Dipihak lain mempelajari jiwa melalui ekspresi juga tidak mungkin,
karena ada beberapa perasaan yang tidak bisa terbaca lewat ekspresi, misalnya
seseorang yang mendengar berita kematian keluarga, pada saat itu dia tidak
menangis, dia malah tersenyum sehingga kita mengira bahwa berita itu tidak
berefek untuk dia, padahal setelah berjalan kerumah orang itu tiba-tiba
menangis sejadi-jadinya untuk melampiaskan kesedihannya. Selain itu kita juga
tahu bahwa satu macam ekspresi dapat mewakili berbagai macam keadaan kejiwaan.
Misalnya saja ekspresi senyum. Selain senyum bahagia, kita juga kenal senyum
ramah, senyum malu, bahkan senyum sinis. Jadi kesimpulan apakah yang akan kita
kemukakan ketika melihat seseorang tersenyum?.
Meski demikian, dengan adanya faktor
pergaulan, kita lebih mudah membedakan seorang teman yang lagi senyum karena
malu dengan yang senyum karena bahagia dengan melihat tingkahlaku secara
menyeluruh. Ketika melihat mukanya menjadi merah atau menjadi pucat, kita amati
gerakan tangannya yang menutupi mulut, bisa dipastikan bahwa dia sedang
tersenyum malu. Seorang psikologi mencoba mengenal seseorang dengan melihat
tingkahlakunya secara keseluruhan. Hingga kita menemukan kesimpulan bahwa
pendefinisian psikologi yaitu ilmu yang mempelajari
tingkahlaku.
Pengertian tingkahlaku jelas sudah jauh
lebih nyata daripada pengertian jiwa. Tingkahlaku dapat dibuktikan secara
nyata, dapat diukur dan dihitung secara objektif, dan lebih memnuhi sebagai
syarat ilmu pengetahuan. Tidak sampai pada kesimpulan ini, karena bukan hanya
cabang ilmu psikologi yang mempelajari tingkahlaku. Sosiologi, antropologi,
ekonomi, biologi dan lain sebagainya mempelajari tingkahlaku masing-masing dari
sudut pandangnya. Oleh karena itu kita perlu memahami lebih dalam tingkahlaku
seperti apa yang dipelajari dalam psikologi.
Tingkahlaku dalam psikologi tidak hanya
berarti tingkahlaku nyata itu sendiri (misalnya menangis, tertawa, dan
sebagainya), tetapi juga mliputi eksistensi atau perpanjangan dari tingkahlaku
nyata tersebut. Misalnya saja orang yang sering tertawa, pasti akan
meninggalkan bekas diwajahnya, seseorang yang baru saja marah pasti
meninggalkan kerutan didahinya, sehingga kita bisa mengetahui orang itu telah tertawa
atau marah dengan melihat wajahnya. Itulah yang disebut perpanjangan dari atau
efek permanen dari tingkahlaku.
Suatu prinsip yang mutlak dalam
psikologi yaitu bahwa tingkahlaku merupakan ekspresi dari jiwa. Kita dapat
membagi ekspresi itu dalam tiga bagian, yaitu :
1.
Ekspresi verbal,
yaitu pernyataan keadaan jiwa melalui kata-kata, misalnya seorang wanita yang
senyum-senyum sambil melamun, dan ketika ditanya dia berkata bahwa dia sedang
jatuh cinta.
2.
Ekspresi grafis,
pernyataan melalui lukisan, coretan dan tulisan, misalnya seseorang yang
mencoret-coret kertas dengan tekanan yang kuat, menandakan dia sedang marah.
3.
Ekspresi
motoris, pernyataan melalui perbuatan, tindakan, gerakan, kadang disebut juga
ekspresi kinestesis. Misalnya seseorang yang memukul pintu akibat kecewa.
Referensinya apaan?
BalasHapusCuman 1 Itu, saya kaji Buku itu
BalasHapus