Minggu, 02 Oktober 2016

Konsep Psikoterapi dalam Al-Quran dan Hadits

Part 2

Psikoterapi melalui puasa
            Puasa merupakan terapi yang bermanfaat untuk mengatasi perasaan berdosa dan kegelisahan yang mengganggu didalam jiwa seseorang. Rosulullah saw menyatakan bahwa balasan puasa adalah ampunan dosa dan berhasil meraih surga. Hal ini membuat seseorang menjadi lebih tenang dan tidak terpuruk memikirkan kegelisahan dan perasaan berdosanya.
            Selain itu, puasa mempunyai banyal manfaat kejiwaan. Ia mengendalikan dan mengatasi hawa nafsu, serta merupakan pendidikan dan pelurusan jiwa dan penyembuhan berbagai penyakit jiwa dan tubuh.
Psikoterapi melalui haji
            Haji mempunyai berbagai manfaat psikis yang besar artinya. Sebab, kunjungan seorang muslim ke masjidil haram dan madinah, yakni tempat turunnya wahyu dan berbagai medan pertempuran islam akan membekalinya dengan suatu tenaga rohaniyah besar yang akan menyirnakan dari dirinya seglam keruwetan dan problem kehidupan da memberikan perasaan damai, tenteram dan bahagia.
            Orang yang berhaji tentu mengharapkan agar Allah ta’ala menerima ibadah hajinya, mengabulkan doa-doanya dan mengampuni dosa-dosanya. Karena itu, ia pun akan kembali dari ibadah hajinya dalam keadaan terbebas dari perasaan berdosa, derita kegelisahan, seraya perasaannya diliputi ketenangan, dan ketentraman serta perasaan gembira, lapang dan bahagia.
                        Psikoterapi melalui dzikir
                        Dengan berdzikir akan membuat sesorang merasa berada dalam penjagaan dan perlindungan Allah, memperkuat harapan akan diampuninya dosa, memunculkan perasaa rela dan damai dalam diri serta menumbuhkan ketenangan dan ketentraman dalam jiwa.
                        Rosulullah mengajarkan kepada para sahabatnya agar senantiasa berdzikir kepada Allah dan bertasbih kepada Nya. Karena berdzikir dan bertasbih merupakan terapi yang mujarab untuk mengatasi perasaan berdosa dan kegelisahan.
                        Psikoterapi melalui al quran
                        Membaca al-quran akan membuat dosa-dosa terampuni, menggandakan kebaikan, dan meneguhkan harapan akan masuk surge. Karena itu, membaca al-quran merupakan terapi untuk menghilangkan kegelisahan yang timbul akaibat perasaan berdosa. Selain itu, dengan membaca al quran juga merupakan terpai untuk semua kegelisahan jiwa dan psikopati.
                        Ibnu taimiyah mengemukakan bahwa al quran adalah obat untuk semua penyakit yang ada didalam dada serta bagi orang-orang yang didalam hatinya terdapat penyakit ragu dan syahwat.
                        Ibnu majah dalam sunannya meriwayatkan hadits dari ‘Ali bin abi tholib yang menyebutkan bahwa Rosulullah bersabda, “ sebaik-baik obat adalah al qur’an. Hadits ini menunjukkan bahwa al qur’an adalah obat untuk semua penyakit, baik penyakit psikis maupun fisik.
                        Psikoterapi melalui doa
                        Harapan doa akan dikabulkan oleh Allah akan meringankan kesedihan dan kebingungan orang mukmin. Ia akan memberikan kekuatan yang dapat membantu seseorang untuk bersikap tabah dan sabar serta menumbuhkan ketenangan batin.
a.       Terapi gelisah, cemas dan sedih dengan doa
                        Rosulullah mengobati rasa gelisah, cemas dan sedih sahabat-sahabatnya dengan mengajari mereka doa-doa tertentu yang bisa mereka panjatkan.
                        Salah satu doanya yaitu “ya Allah, akau berlindung kepadamu dari kecemasan dan kesedihan, aku berlindung kepada Engkau dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepada Engkau dari sifat pengecut dan bakhil, aku berlindung kepada Engkau dari hutang dan tekanan orang-orang”
b.      Terapi insomnia dan takut ketika tidur dengan doa
      Rosulullah mengobati sulit tidur dan rasa takut ketika tidur dengan berdoa.
c.       Terapi perasaan berdosa dengan doa dan tasbih
      Pengungkapan seseorang akan problem-problem yang membuatnya resah dan gelisah dibarengi dengan keadaan tenang dan santai akan membuatnya terlepas dari kegelisahan. Menurut para ahli psiko-terapi, pengingatan seorang pasien akan problem-problemnya dan perbincangan mengenainya akan meredakan kegelisahannya.
d.      Terapi lupa dengan doa
      Rosulullah memberikan terapi berupa doa atas pengaduan Ali yang suka lupa hafalan al quran.
                        Psikoterapi melalui taubat
                        Perasaan berdosa menyebabkan manusia merasa negative dan gelisah. Akibatnya akan timbul berbagai penyakit jiwa. Al quran membekali kita dengan suatu metode yang unik dan berhasil dalam menyembuhkan perasaan berdosa yaitu dengan metide taubat.
                        Taubat merupakan salah satu obat yang paling penting menghilangkan perasaan berdosa.

Berbagai aliran psikoterapi menggunakan aneka metode terbaik untuk menghilangkan kegelisahan. Namun, taubat merupakan metode paling baik untuk menghilangkan kegelisahan.

Jumat, 16 September 2016

Konsep Psikoterapi dalam Al-Quran dan Hadits

Part 1

 “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”
                        Dalam Q.S. Yunus ayat 57 telah jelas diterangkan bahwa dalam al quran terdapat kekuatan spiritual yang luar biasa dan mempunyai pengaruh mendalam atas diri manusia. Ia membangkitkan pikiran, menggelorakan perasaan, mengunggah kesadaran, dan menajamkan wawasan. Dan manusia yang berada dibawah pengaruh al-quran ini seakan menjadi manusia yang baru yang tercipta kembali.
                        Baru-baru ini timbul berbagai aliran dikalangan para ahli ilmu jiwa yang menyatakan tentang pentingnya agama dalam kesehatan jiwa dan dalam terapi penyakit jiwa, AA. Bril, seorang ahli psiko-analis, berkata bahwa “individu yang benar-benar religius tidak akan pernah menderita sakit jiwa”.
                        Psikoterapi Melalui Iman
                        Pengkajian terhadap sejarah agama- agama , khusus nya sejarah agama islam, membekali kita berbagai bukti tentang keberhasilan iman kepada Allah dalam menyembuhkan jiwa dari berbagai penyakit, merealisasikan perasaan aman dan tentram dan menjaganya dari berbagai keresahan dan penyakit jiwa yang kadang-kadang ditimbulkan olehnya.
                        Bagi seorang mukmin, ketenangan jiwa, rasa aman, dan ketentraman jiwa akan terealisasi. Sebab, keimanannya yang sungguh-sungguh kepada Allah akan membekalinya dengan harapan akan pertolongan allah, lindungan allah, dan perlindungan-Nya.
                        Dalam hadits dijelaskan bahwa mendekatkan diri kepada Allah dengan beribadah dan berdzikir bisa menyebabkan kebeningan dan kejernihan pada diri manusia serta melepaskan kekuatan spiritual dari ikatan-ikatan fisik dan materi.
                An nu’man bin basyir meriwayatkan sebuah hadits Rosulullah, yang artinya yaitu “ ketahuilah, sesungguhnya didalam jasad itu ada segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik maka seluruh jasadpun baik. Sebaliknya, jika segumpal daging itu rusak, maka seluruh jasad pun rusak. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati”.
                        Hadits diatas menjelaskan behwa memperbaiki seseorang harus dimulai dengan memperbaiki jiwa dari dalam yaitu hatinya. Caranya dengan beriman kepada Allah, bertauhid kepada-Nya, dan bertaqorrub kepada-Nya dengan beribadah, bertakwa, dan taat.
                        Dalam hadits dan ilmu jiwa (najati, 2005) disebutkan bahwa iman, tauhid dan ibadah kepada Allah ta’ala dapat memunculkan sikap istiqomah dalam berperilaku dan bisa menjadi proteksi dan terapi jiwa. Hasilnya, seorang mukmin yang berpegang teguh pada agamanya akan senantiasa menyadari keberadaan Allah ta’ala dalam setiap penggal ucapan dan tingkah lakunya. Keimanan akan melindunginya dari perilaku menyimpang dan ketidak normalan, dan menjaganya dari penyakit jiwa.
                        Psikoterapi Melalui Ibadah
                        Ibadah merupakan metode pensucian diri yang secara psikologis orang beribadah terhibdar dari perilaku menyimpang (fahsya dan munkar).
                        Ibadah-ibadah seperti sholat, zakat, puasa, dan haji bertujuan pengembangan psikologis; yaitu dekat dengan Allah. Kondisi individu yang merasa dekat dengan tuhan akan dapat menghalangi hawa nafsu untuk melakukan hal-hal yang dilarang norma, peraturan dan undang-undang.
               Psikoterapi melalui sholat
                        Sholat memiliki pengaruh yang signifikan dan efektif untuk mengobati kegelisahan manusia. Berdiri dalam sholat dihadapan Rabb-nya dengan khusuk dan pasrah dan benar-benar bebas dari segala kesibukan dan kesulitan hidup; sesungguhnya akan membangkitkan ketenangan, kedamaian, dan ketentraman dalam diri manusia, menghilangkan kegelisahan dan ketegangan syaraf yang timbul akibat berbagai tekanan dan tekanan hidup.
                        Keadaan tentram dan jiwa tenang merupakan sarana yang dipergunakan oleh sebagian ahli psikoterapi modern dalam menyembuhkan berbagai penyakit jiwa. Selain itu keadaan tenang dan jiwa damai dalam sholat juga membantu melepaskan diri dari kegelisahan yang dikeluarkan oleh para pasien jiwa.
                        Komunikasi dengan rabbnya ketika sholat akan memberikan kekuatan spiritual yang besar yang berpengaruh terhadap berbagai perubahan penting dalam dalam fisik dan psikis manusia. Kekuatan spiritual ini ada kalanya memberikan pengaruh kepada tubuh sehingga bisa menepis ketegangan, menghilangkan kelemahan, dan menyembuhkan berbagai penyakit.

                        Sholat memiliki pengaruh penting untuk memulihkan perasaan berdosa yang menjadi sebab kegelisahan yang dipandang sebagai pangkal terjadinya penyakit jiwa.



Referensi :
Najati, Muhammad Utsman. 1988. Hadits dan Ilmu Jiwa. Bandung : Pustaka
Ardani, Tristiadi Ardi, 2008. Psikiatri Islam. Malang : UIN Malang Press
Mujib, Abdul. 2006. Kepribadian Dalam Psikologi Islam. Jakarta: Raja Grafindo.

Rajab, khairunnas. 2012. Psikologi agama. Yogyakarta; aswaja pressindo

Rabu, 31 Agustus 2016

CV Ahmad Awaluddin Aras

Nama Lengkap               :       Ahmad Awaluddin Aras
Tempat Tanggal Lahir    :       Taccipi, 28 Oktober 1995
Agama                            :       Islam
Alamat                            :       Jalan Pahlwan No.5,
Kec.Ulaweng Cinnong, Kab. Bone, Provinsi Sulawesi Selatan
Jenjang Pendidikan         : 



  • TK Tomporeng Kesso (2000-2002)
  • SD Inpres 10/73 Ulaweng Cinnong (2002-2008)
  • MTS As'Adiyah Putra 1 Pusat Sengkang (2008-2011)
  • SMAN 1 Watampone (2011-2014)

                                                  

Nama Ibu            : Tanni, S.pd.
Nama Ayah         : Muh. Aras Bamar, S.pd., M.Pd.
Pengalaman Organisasi :


  • Ketua OSIS SMAN 1Watampone (2012-2013)
  • Ketua MPK SMAN 1 Watampone (2013-2014)
  • Ketua Forum Komunikasi Mahasiswa Bone-Yogyakarta (2015-2016)
  • Sekbid IKAMI SULSEL Cabang Yogyakarta Divisi Pengembangan SDM (2015-2016)
  • Pengurus EXACT UIN Sunan Kalijaga Divisi Human Resource Development (2016-2017)
  • Sekretaris PTKM HMI FISHUM (2016-2017)
Motto     :    

Jika kamu mengetahuiku dari orang lain, berarti kamu tidak mengenalku.


Selasa, 30 Agustus 2016

Abnormalitas Dalam Pandangan Islam

PART 1

Pengertian Kesehan dan Abnormalitas dalam islam
            Secara umum para psikolog mendefinisikan kesehatan mental adalah kematangan emosional dan sosial, penyesuaian individu terhadap diri sendiri dan dunia sekitarnya, kemampuan mengemban berbagai tanggung jawab kehidupan dan mengatasi berbagai persoalan, penerimaan individu atas kenyataan hidupnya, serta perasaan puas dan bahagia. Contoh indikator-indikator kesehatan mental yang dikemukakan oleh  Utsman Labib Faraj secara ringkas mencakup hal-hal berikut :
1.      Individu merasakan ketenangan jiwa
2.  Individu bisa menerima dirinya, merasa dirinya bernilai, menyadari semua potensinya, menerima segala keterbatasannya, menerima perbedaan yang ada diantara mereka, serta menerima perbedaan antara dia dan mereka
3.      Ditandai dengan tingkat spontanitas yang sesuai dan sanggup berinisiatif
4.      Berhasil membangun hubungan yang efektif dan memuaskan bersama pihak lain
5.     Realistis dalam memandang kehidupan, berbagai problem yang menghadang, dan kesempurnaan yang ingin diraih
6.      Berkepribadian utuh. Ciri kepribadian utuh:
a.  Kematangan emosional. Maksudnya, kemampuan individu untuk mengendalikan diri dalam menghadapi situasi-kondisi yang bisa memancing emosi serta tidak gegabah dan emosional. Termasuk ciri kematangan emosional adalah mandiri, percaya diri, juga realistis dalam menghadapi problem-problem kehidupan.
b.      Kemampuan individu bersikap tegar dan tabah dalam menghadapi berbagai krisis dan kesulitan.
c.    Individu merasa bahagia, tenang dan tentram serta kehidupan mentalnya mengalir tanpa stres dan gelisah.
d.     Individu mampu menghasilkan hal-hal yang rasional sesuai dengan batas-batas kemampuan dan kesiapannya.
e.     Individu mampu bersikap relatif dan independen, mengadopsi norma-norma berupa nilai-nilai dan idealisme serta menerjemahkannya kedalam rencana aksi yang dapat membantunya untuk menghadapi berbagai problem.
  
Abnormal menurut perspektif Islam
Psikopatologi dalam Islam adalah gangguan kepribadian yang ditunjukan sebagai perilaku yang berdosa dan merupakan penyakit hati yang dapat mengganggu realisasi dan aktualisasi diri seseorang yang disebabkan oleh kesucian qolbu manusia hilang, karena qalbu menjadi pusat kepribadian manusia. Psikopatologi bersumber dari dosa dan perilaku maksiat, istilahnya adalah penyakit hati.
Mujib (2006) membagi psikopatologi dalam dua kategori berdasarkan sifatnya yaitu:
1.      Bersifat duniawi
Berupa gejala atau penyakit kejiwaan yang telah dirumuskan dalam psikologi kontemporer. Beberapa perspektif itu yakni:
·         Perspektif Biologi
Gangguan fisik (otak/saraf) yang menyebabkan gangguan mental seseorang.
·         Perspektif Psikoanalisa
Gangguan mental disebabkan konflik bawah sadar (biasanya berawal dari 5 fase masa kanak-kanak awal) dan pemakaian mekanisme pertahanan untuk mengatasi kecemasan yang ditimbulkan oleh impuls dan emosi yang direpresi.
5 fase perkembangan menurut Freud:
a.       Tahap oral-sensori: kenyamanan menyerahkan hidup pada pengasuh. Jika tidak tercapai kenikmatan dimulut, maka ia akan sulit mempercayai orang lain.
b.      Tahap anal: organ anus dan sumber kenyamanan. Belajar toilet training dan mengajarkan tentang kebersihan.
c.       Tahap falik: organ genital sebagai sumber kenyamanan. Keingintahuan tentang seksual.
d.      Tahap latensi: anak berfokus pada aktivitas intelektual, dimana kegiatan sexual tidak muncul. Anak terikat aktivitas dengan teman sebaya. Pertahanan diri muncul pada masa ini. Bila konflik tidak teratasi akan menyebabkan anak kurang motivasi diri.
e.       Tahap Genital: tekanan dan kesenangan seksual. Menerima dan mencintai lawan jenis. Bila tidak terealisasi dapat menyebabkan menarik diri dan rendah diri.
2.      Bersifat Ukhrawi
Psikopatologi akibat penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai moral, spiritual, dan agama. Adapun sifat-sifat psikopatologi dalam aspek ukhrawi yaitu:
a.       Qalbu Hayyah
Gangguan kepribadian yang berhubungan dengan akidah atau Tuhan. Seperti menyekutukan, mengingkari, berdosa, pamer, dan menuruti bisikan setan.
b.      Mayyit
Berhubungan dengan kemanusiaan: iri, dengki, pelit, menipu, adu domba, boros dll.
c.       Marid
Pemanfaatan alam semesta sebagai realisasi tugas-tugas kekhilafan seperti membuat kerusakan.

Adapula indikator kesehatan mental yang dipaparkan oleh Dr. Muhammad Audah Muhammad dan Dr. Kamal Ibrahim Marsa dalam buku mereka, Ash-Shihhatun Nafsiyyayi fi Dhau’i Ilmin Nafsi wal Islam :
1.      Dimensi Spiritual
Keimanan kepada Allah, menjalankan peribadatan, menerima qada dan qadar Allah, senantiasa merasa dekat dengan Allah, memuaskan kebutuhan-kebutuhannya dengan cara halal, dan menyinambungkan dzikrullah.
2.      Dimensi Psikis
Jujur kepada diri sendiri, bersih hati dari dengki, hasud, benci, menerima diri sendiri, mampu memikul kegagalan, mampu memikul kegelisahan, menjauhi hal-hal yang dapat mengganggu jiwa (sombong, menipu, boros, kikir, malas dan pesimis), memegang prinsip-prinsip syariat, keseimbangan emosional, lapang dada, menerima, antusias dalam hidup, mengendalikan dan mengontrol diri, sederhana, ambisi, dan percaya diri.
3.      Dimensi sosial
Mencintai ayah-ibu, mencintai pasangan hidup, mencintai anak-anak, membantu orang-orang yang membutuhkan, amanah, berani mengatakan yang benar, menmjauhi hal-hal yang dapat mengganggu orang lain (berbohong, menipu, mencuri- berzinah, membunuh, kesaksian palsu, memakan harta anak yatim, memfitnah, hasud, dengki, menggunjing, mengadu domba, khianat dan salim, jujur kepada orang lain, mencintai pekerjaan dan memikul tanggung jawab sosial.
4.      Dimensi biologis
Sehat jasmani dari berbagai penyakit, selamat dari cacat bawaan, membantuk pemahaman yang positif tentang tubuh, memperhatikan kesehatan tubuh, dan tidak membebani tubuh di luar batas kesanggupannya.

Konsep-konsep penting dalam kesehatan mental
Kesehatan Mental dan konsep mewujudkannya menurut Islam
1.      Metode memantapkan Dimensi Spiritual
a.       Beriman, bertauhid, dan beribadah kepada Allah
b.      Ketakwaan
c.       Beribadah
2.      Metode mengendalikan dimensi jasmaniah pada manusia
a.       Mengendalikan motif
b.      Mengendalikan emosi
3.      Metode mengajarkan kebiasaan-kebiasaan yang penting bagi kesehatan mental
a.       Ketenangan jiwa
b.      Mandiri
c.       Percaya diri
d.      Rasa tanggung jawab
e.       Self assertion dan kebebasan berpendapat
f.       Qana’ah dan rela dengan takdir
g.      Sabar
h.      Bekerja secara efektif dan sempurna


Konsep-konsep penting dalam abnormalitas/ sakit mental
Beberapa istilah Abnormal Menurut Psikiatri Islam
    Beberapa Kriteria Abnormal
1.      Penyimpangan dari norma-norma statistik
2.      Penyimpangan dari norma-norma sosial
3.      Gejala maladjustment
4.      Tekanan batin
5.      Ketidakmatangan

Minggu, 28 Agustus 2016

Pengertian Psikologi Secara Harfiah

Pengertian Psikologi Secara Harfiah


Sebagai Mahasiswa Psikologi, ketika ditanya, apakah Psikologi itu? Mayoritas diantara mereka masih berpendapat bahwa Psikologi adalah ilmu jiwa. Memang benar jika ditinjau secara harfiah psikologi berasal dari dua kata Yunani, yaitu “Psyche” dan “Logos”. Mengenai kata “Logos”, kiranya sudah banyak orang tahu bahwa artinya adalah nalar, logika atau ilmu. Karena itu Psikologi berarti ilmu tentang “Psyche”. Tetapi kemudian, apakah “Psyche” itu?. Nah disini terdapat perbedaan pendapat yang berlarut-larut . Kalau kita periksa “Oxford Dictionary” maka kita akan menemukan banyak arti dalam bahasa inggris yaitu “soul”, “mind”, “Spirit”. Dalam bahasa Inggris dapat dicakup dalam satu kata yaitu “Jiwa”. Karena itulah dalam bahasa Indonesia kebanyakan orang cenderung mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa. Tetapi kecenderungan ini tidak terdapat dalam bahasa Indonesia saja. Kalau kita periksa dalam bahasa Belanda misalnya, maka Psikologi diartikan sebagai “Zielkunde”, dalam bahasa Jerman “Seelekunde”, dalam bahasa Arab “Ilmu-Nafsi” yang semuanya itu tak lain artinya daripada ilmu jiwa.
 Di lain sisi adapula yang menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu tentang tingkahlaku atau perilaku. Jiwa atau tingkahlaku yang dimaksudkan diatas lebih mengkhusus kepada manusia, meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa hewan dan tumbuhan juga bertingkahlaku. Kemudian, sebagain orang mengartikan jiwa atau tingkahlaku terbatas pada hal-hal yang merupakan perbuatan sehari-hari seperti makan dan minum, berjalan dan berlari, duduk dan tidur, hingga beribadah, sebagian lainnya mengartikan bahwa para psikologi mampu menggunakan telepati seperti; kemampuan berhubungan dengan makhluk halus, kemampuan membaca pikiran, dan kemampuan membaca masa depan. Karena banyaknya pengertian psikologi yang kita kenal saat ini, maka ada baiknya kalau kita berusaha menelaah lebih mendalam bermacam-macam arti psikologi itu satu per satu.
CARL GUSTAV JUNG, seorang tokoh psikoanalisa dari Switzerland (1875-1961) merupakan salah seorang sarjana yang banyak mencurahkan perhatiannya dan mengorbankan waktunya untuk menyelidiki arti kata Psikologi ditinjau dari segi harfiahnya. Ia mencoba menghubungkan beberapa arti kata, misalnya ia mencoba menghubungkan dengan kata “anemos” dalam bahasa yunani berarti angin sedangkan dalam bahasa latin ia menghubungkan dengan kata :animus dan “anima” yang masing-masing berarti jiwa dan nyawa. Di pihak lain kata Yunani “Psycho” berarti pula meniup. Dalam bahasa arab ia mendapatkan bahwa kata-kata “ruh” dan “rih” masing-masing berarti jiwa atau nyawa dan angin. Dengan demikian ia menduga adanya hubungan antara apa yang bernyawa dengan apa yang bernafas (angin), dan Psikologi jadinya adalah ilmu tentang sesuatu yang bernyawa.
Di dalam bahasa Indonesia kita mengenal ungkapan “menghembuskan nafas penghabisan” yang berarti : mati, tidak lagi bernafas, tidak lagi berjiwa. Jadi jiwa ada hubungannya dengan nafas. Tetapi kita akan segera terlibat dalam kesulitan semantik kalau hendak mempertahankan istilah ilmu jiwa sebagai terjemahan psikologi dalam bahasa kita, karena kita mempunyai banyak kata-kata lain yang sekalipun punya konotasi yang berbeda, tetapi sukar sekali dipisahkan dengan tegas dari kata jiwa, misalnya ; nyawa, sukma, batin dan roh.
Pada saat psikologi masih berada dalam induk filsafat, pengetian psikologi sebagai ilmu jiwa belum terlalu diperdebatkan. Akan tetapi ketika Psikologi memisahkan diri dari filsafat, mulailah timbul kesulitan dalam pendefisian, dengan alasan tuntutan suatu ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri harus mempelajari suatu nyata, padahal untuk membuktikaan jiwa sebagai suatu yang nyata sangatlah tidak memungkinkan, apalagi untuk mengukur dan menghitungnya dengan alat-alat yang objektif.
Untuk mengantisipasi anggapan bahwa psikologi haruslah selalu mempelajari sesuatu yang nyata (konkrit), ada seorang saraja yang menawarkan pengertian psikologi sama dengan karakterologi atau tipologi. Karakterologi adalah ilmu tentang karakter atau sifat kepribadian, dan tipologi adalah ilmu tentang berbagai tipe atau jenis manusia berdasarkan karakternya. Jelas, kedua pengertian diatas merupakan pengertian yang membatasi ruang lingkup psikologi, karena ilmu psikologi tidak sebatas mempelajari hal tersebut.
Bertolak dari pengertian psikologi sebagai ilmu jiwa, karakterologi atau tipologi, timbul pendefinisian psikologi dengan anggapan bahwa jiwa selalu diekspresikan melalui raga atau badan. Dengan memperlajari ekspresi yang nampak pada kebutuhan seseorang, maka kita akan dapat mengetahui keadaan kejiwaan orang yang bersangkutan. Karena itu psikologi kadang-kadang juga diartikan ilmu ekspresi.
Definisi ini sebagian benar sebagian juga tidak benar. Dikatakan benar bahwa kita bisa mempelajari jiwa manusia melalui ekspresi-ekspresinya, karena dalam pengalaman sehari-hari pun kita bisa membedakan seseorang yang lagi menangis karena bersedih, yang tertawa karena bergembira. Dipihak lain mempelajari jiwa melalui ekspresi juga tidak mungkin, karena ada beberapa perasaan yang tidak bisa terbaca lewat ekspresi, misalnya seseorang yang mendengar berita kematian keluarga, pada saat itu dia tidak menangis, dia malah tersenyum sehingga kita mengira bahwa berita itu tidak berefek untuk dia, padahal setelah berjalan kerumah orang itu tiba-tiba menangis sejadi-jadinya untuk melampiaskan kesedihannya. Selain itu kita juga tahu bahwa satu macam ekspresi dapat mewakili berbagai macam keadaan kejiwaan. Misalnya saja ekspresi senyum. Selain senyum bahagia, kita juga kenal senyum ramah, senyum malu, bahkan senyum sinis. Jadi kesimpulan apakah yang akan kita kemukakan ketika melihat seseorang tersenyum?.
Meski demikian, dengan adanya faktor pergaulan, kita lebih mudah membedakan seorang teman yang lagi senyum karena malu dengan yang senyum karena bahagia dengan melihat tingkahlaku secara menyeluruh. Ketika melihat mukanya menjadi merah atau menjadi pucat, kita amati gerakan tangannya yang menutupi mulut, bisa dipastikan bahwa dia sedang tersenyum malu. Seorang psikologi mencoba mengenal seseorang dengan melihat tingkahlakunya secara keseluruhan. Hingga kita menemukan kesimpulan bahwa pendefinisian psikologi yaitu ilmu yang mempelajari tingkahlaku.
Pengertian tingkahlaku jelas sudah jauh lebih nyata daripada pengertian jiwa. Tingkahlaku dapat dibuktikan secara nyata, dapat diukur dan dihitung secara objektif, dan lebih memnuhi sebagai syarat ilmu pengetahuan. Tidak sampai pada kesimpulan ini, karena bukan hanya cabang ilmu psikologi yang mempelajari tingkahlaku. Sosiologi, antropologi, ekonomi, biologi dan lain sebagainya mempelajari tingkahlaku masing-masing dari sudut pandangnya. Oleh karena itu kita perlu memahami lebih dalam tingkahlaku seperti apa yang dipelajari dalam psikologi.
Tingkahlaku dalam psikologi tidak hanya berarti tingkahlaku nyata itu sendiri (misalnya menangis, tertawa, dan sebagainya), tetapi juga mliputi eksistensi atau perpanjangan dari tingkahlaku nyata tersebut. Misalnya saja orang yang sering tertawa, pasti akan meninggalkan bekas diwajahnya, seseorang yang baru saja marah pasti meninggalkan kerutan didahinya, sehingga kita bisa mengetahui orang itu telah tertawa atau marah dengan melihat wajahnya. Itulah yang disebut perpanjangan dari atau efek permanen dari tingkahlaku.
Suatu prinsip yang mutlak dalam psikologi yaitu bahwa tingkahlaku merupakan ekspresi dari jiwa. Kita dapat membagi ekspresi itu dalam tiga bagian, yaitu :
1.      Ekspresi verbal, yaitu pernyataan keadaan jiwa melalui kata-kata, misalnya seorang wanita yang senyum-senyum sambil melamun, dan ketika ditanya dia berkata bahwa dia sedang jatuh cinta.
2.      Ekspresi grafis, pernyataan melalui lukisan, coretan dan tulisan, misalnya seseorang yang mencoret-coret kertas dengan tekanan yang kuat, menandakan dia sedang marah.
3.      Ekspresi motoris, pernyataan melalui perbuatan, tindakan, gerakan, kadang disebut juga ekspresi kinestesis. Misalnya seseorang yang memukul pintu akibat kecewa.

Rujukan Bacaan : Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenalan Dengan Aliran-Aliran dan Tokoh-Tokoh Psikologi, (Bulan Bintang : Jakarta, 1978)