Oleh : Sulessana
(Peneliti Psikologi)
Sebagai manusia yang memiliki identitas,
entah itu dimasa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang, terkadang kita
terlalu terpesona dengan identitas tersebut. Kita terlalu membanggakan kejayaan
masa lalu kita, dan menganggapnya akan selalu menjadi masa kejayaan kita, entah
itu kita alami sekarang ataupun akan kita alami dimasa mendatang. Sebagian dari
kita mungkin begitu sering menjadikan sejarah kejayaan kita sebagai kebanggaan,
hingga terkadang kita larut dalam nostalgia masa lalu dan melupakan bahwa masa
depan itu adalah ketidakpastian. Misalnya saja, dulu kita pernah menjadi
peringkat pertama di SD, peringkat itu kita bawah dan kenang hingga mencapai
usia SMP. Lalu di SMP kita mendapat peringkat 2, peringkat itupun kita bawah
dan kenang hingga SMA. Lalu di SMA kita mendapat peringkat 3, masih saja kita
menjadikan hal itu sebagai kebanggaan dan terkadang membuat kita begitu
dilemana dalam menentukan dimana kita akan kuliah.
Dulu kamu mungkin suka dengan laki-laki
yang ganteng, putih dan cool, tapi sekarang kamu malah mencari yang setia,
perhatian, pengertian dan tidak munutup kemungkinan besok kamu mendahulukan
yang bertanggung jawab. Proses membuat kita berubah pikiran, dan lebih realitas
melihat kehidupan. Dulu kamu dikagumi bisa saja sekarang kamu mengagumi. Dulu
kamu yang paling cantik, bisa saja sekarang kamu yang paling jelek. Dulu kamu
sering menolak orang lain, bisa saja sekarang malah tidak ada yang bisa kamu
tolak. Dunia itu selalu berputar sesuai keadilan Tuhan.
Semakin banyak kenangan masa lalu yang
kita bawah dalam pengambilan keputusan kita, akan semakin dilemalah kita,
bahkan bisa menjadikan kita sosok yang angkuh dan sombong. Belum lagi jika kita
terlahir dalam rahim orang yang kaya raya, atau dari rahim keturunan raja atau
bangsawan. Masa lalu seharusnya tidak dilupakan, sesuai dengan yang dikatana
Bung Karno “JAS MERAH” jangan sekali-kali melupakan sejarah.
Akan tetapi, kalimat tersebut tidak
selamanya relevan dengan perkembangan zaman. Bisa saja dulu Bung Karno
berbicara seperti itu agar anak cucunya kelak selalu mengingat perjuangan para
leluhurnya.
Kenyataan yang terjadi pada individu
abad 21, malah menjadikan masa lalu itu sebagai identitas untuk kesombongan,
membuat mereka terbuai dengannya, hingga terkadang mereka berpikir bahwa saya
jauh lebih baik dari orang lain berdasarkan masa lalu.
Kawan, sekarang pikirkanlah, apakah
orang yang disekeliling anda adalah orang yang sama? Apakah orang yang pernah
anda taklukkan dimasa lalu adalah orang yang akan anda taklukkan di masa depan?
Apakah keberhasilan anda dimasa lalu adalah tujuan anda di masa depan? Apakah
target anda dimasa lalu adalah sama dengan target anda dimasa depan? Lantas
jika tidak, buat apa anda membanggakan masa lalu anda? Hay kawan, masih banyak
rintangan masa depan yang harus kita taklukkan, jangan sampai kita terlena
dengan kejayaan masa lalu. Begitupula dengan kamu yang memiliki masa lalu yang
suram, apakah kesuraman masa lalumu adalah kesuraman masa depanmu? Apakah sakit
hatimu dimasa lalu adalah sakit hatimu dimasa depan? Apakah orang yang dulunya
menyakitimu adalah orang yang akan meyakitimu dimasa depan? BUKAN KAWAN.
Saya lebih sependapat jika dikatakan
belajarlah dari masa lalumu, dan bijaksanalah dengan masa depanmu. Masa lalu
memang bukan untuk dilupakan, akan tetapi dikenang dan dijadikan pembelajran.
Kamu yang sekarang bukanlah kamu yang dulu.
Periode masa sekarang kita merupakan
periode untuk kita menanam bibit-bibit harapan masa depan. Sekarang saatnya
kita untuk melangkah dengan harapan, dan membuktikan dengan proses.
Sebelum menutup bacaan ini, izinkan saya
menyampaikan sebuah kalimat yang membuat saja semangat dalam berproses.
PERTIMBANGKAN TUJUANMU SEBELUM KAMU
MEMUTUSKAN UNTUK KOMITMEN
INGATLAH KOMITMENMU SEBELUM KAMU
MEMUTUSKAN UNTUK MELANGKAH
DAN INGATLAH PROSES LANGKAHMU SEBELUM
KAMU MEMUTUSKAN UNTUK BERHENTI
MULAILAH MENGERJAKAN MASA DEPANMU.
0 komentar:
Posting Komentar