Tanpa terasa waktu terus berjalan sesuai eksistensinya. Dimana masa yang pernah kita lalui semakin menjauh, masa yang kita hadapi sekarang berlalu begitu cepat, dan masa yang kita nanti tinggal di depan mata. Waktu tidak memandang alasan untuk menunggu, tidak memandang kapan kita siap, dan kapan kita akan memutuskan. Waktu ibarat air yang mengalir, tidak mungkin disentuh untuk kedua kalinya. Waktu terus berjalan mendampingi keseharian kita, mengingatkan kita untuk bersyukur atas langkahan kaki diinjakkan di dunia fana ini,dan mengajarkan kita tentang nilai keikhlasan tanpa mengenal rasa lelah dan bosan. tanpa sadar, waktu perlahan-lahan berpamitan, meninggalkan sebuah kenangan.
Waktu membuat segala sesuatu yang ada di dunia ini berubah. Tanpa disadari, itulah kenyataan. Apakah pohon yang kokoh dan besar akan selamanya seperti itu?, apakah singa sang raja hutan akan selamanya menjadi pelindung bagi anak-anaknya?. Tidak, dan tidak mungkin. Seiring berjalannya waktu, semuanya akan berubah sesuai takdirnya.
Begitupula dengan perasaan yang dititipkan ilahi di dalam hati ini. waktu bisa saja membuat cinta menjadi benci, benci menjadi cinta, peduli menjadi terabaikan, dan terabaikan menjadi peduli. Apakah kita bisa memilih untuk tetap bertahan meski termakan usia?. Bertahan tak semudah katanya. Bertahan harus terus mendampingi suatu hal yang tidak pasti. Bertahan memerlukan kesabaran dan keikhlasan dalam menuai hasil. Bertahan itu membosankan dan sangat melelahkan.
Lantas apakah aku bisa bertahan? apa yang aku butuhkan untuk bertahan? Aku tidak membutuhkan apapun, kecuali hanya sebuah reinforcement yang menjadi sumber tenagaku. Tenaga yang akan menjadi benih-benih kesabaran dan keikhlasan. Tenaga yang akan meluluhkan kelelahan dan kebosanan. Aku hanya membutuhkan sebuah nada kepastian yang keluar dari mulut dan berasal dari hatimu.
Yogyakarta, 11 Februari 2015
SULESSANA

0 komentar:
Posting Komentar